- Koperasi Desa Merah Putih Siap Diluncurkan Serentak 21 Juli 2025, Kalsel Jadi Percontohan Nasional
- OPINI | Ambin Demokrasi : Misteri Rumah Walikota
- Meratus Resmi Berstatus UNESCO Global Geopark, Pemprov Kalsel Komitmen Pengelolaan Berkelanjutan
- Aklamasi, Ketua Litbang SMSI Pusat Djayadi Hanan Nahkodai Persepi
- Komit Ciptakan lingkungan Bersih, Bupati Kotabaru Audiensi ke Kementrian Lingkungan Hidup RI
- Sosialisasi ISPO, DKPP Kotabaru Targetkan Pembinaan Sertifikasi Bagi 300 Pekebun di 2025
- Wagub Kalsel, Hasnuryadi Sulaiman: Belanja Daerah Perubahan Kalsel T.A 2025 Rp.12,6 Triliun
- Pusat Advokasi Hukum & HAM Kotabaru Desak Transparansi Soal Kematian Pekerja Tambang
- Apel HKN, ASN Kotabaru Diingatkan Waspadai Penghambat Kesuksesan dari Dalam Diri
- Resmi Nahkodai Disdag Kalsel, Ahmad Bagiawan: Langkah Awal, Saya Akan Cek Ketersediaan Gas 3 Kg
Tantangan Pendidikan Dasar Tanpa Biaya
.jpg)
Keterangan Gambar : Noorhalis Majid, penulis dan pemerhati kebijakan publik.
Oleh: Noorhalis Majid
Banjarmasin, Borneopos.com - Mahkamah Konstitusi (MK) melalui keputusannya Nomor 3/PUU-XXII/2024, menyatakan bahwa pemerintah dan pemerintah daerah wajib menjamin terselenggaranya pendidikan dasar (SD dan SMP) tanpa memungut biaya, baik di sekolah negeri maupun swasta.
Baca Lainnya :
- Pemprov Kalsel Dukung Pengendalian Inflasi Melalui Optimalisasi Distribusi Komoditas Strategis0
- Dorong Kreativitas dan Ketahanan Pangan Keluarga, DPKP Kalsel Gelar Lomba Cipta Menu B2SA 20250
MK mengabulkan sebagian permohonan uji materiil Pasal 34 ayat (2) Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional. Menilai bahwa frasa "wajib belajar minimal pada jenjang pendidikan dasar tanpa memungut biaya" dalam pasal tersebut menimbulkan multi tafsir dan perlakuan diskriminatif, terutama terkait sekolah swasta.
MK menegaskan bahwa negara harus menjamin pendidikan dasar gratis di semua satuan pendidikan dasar, baik yang diselenggarakan oleh pemerintah maupun oleh masyarakat (swasta). Putusan ini bertujuan untuk memastikan bahwa setiap anak memiliki akses pendidikan dasar yang sama, tanpa terkendala biaya.
Putusan ini nampak sangat hebat, karena akan menghapus diskriminasi menyangkut layanan pendidikan dasar, sehingga sekolah negeri atau swasta, sama-sama tidak dipungut biaya, alias gratis.
Namun, implikasi dari putusan tersebut tentu sangat besar. Harus ada duduk bersama antara pemerintah pusat dengan pemerintah daerah, termasuk dengan melibatkan seluruh penyelenggara pendidikan yang dikelola masyarakat. Terutama bagaimana menjawab tantangan yang sangat besar, menanggung seluruh biaya pendidikan yang selama ini dipikul masyarakat melalui sekolah swasta.
Kehadiran sekolah swasta tidak sekedar disebabkan keterbatasan sekolah negeri dalam menampung siswa, namun bagian dari pilihan karena menginginkan satu bentuk pendidikan yang berbeda, berciri khas atau berkarakter, sesuai dari tujuan pendidikan dasar yang dibentuk. Sebab itu, banyak pendidikan swasta berbasis agama, atau berbasis alam dan budaya, yang materi dan muatan pengajarannya berbeda dengan sekolah negeri.
Tantangan terbesar dari implementasi putusan MK ini, tentu saja soal anggaran. Pendidikan gratis bukan hanya tentang pembiayaan terhadap siswa, namun bagaimana elemen biaya lainnya yang sangat banyak, mulai dari gaji guru, gaji tenaga kependidikan dan tenaga penunjang, operasional sekolah, biaya gedung, ekstra kurikuler, sarana prasarana, dan lain sebagainya.
Jumlah sekolah swasta yang sangat banyak, bahkan jangan-jangan lebih banyak dari sekolah negeri, menjadi satu tantangan yang sulit dibayangkan bagaimana mengakomodir semua pembiayaannya.
Sebab itu, putusan MK yang sangat gagah dan berani ini, tidak sekedar memerlukan pengawalan, namun juga curahan pemikiran cerdas lagi kreatif. Jangan sampai justru mematikan sekolah swasta, karena harus menyelenggarakan pendidikan secara gratis, namun dana mewujudkannya tidak memadai.
Idealnya pendidikan dasar memang gratis, karena tugas negara paling utama adalah mencerdaskan kehidupan bangsa. Sebab itu, anggaran pendidikan 20% pada APBN dan APBD, layak dievaluasi kembali penggunaannya dan lembaga apa yang harus mengelolanya. Jangan-jangan anggaran pendidikan justru lebih banyak tercurah pada yang bukan peruntukkannya, sehingga seberapa besar pun anggaran pendidikan dialokasikan, tetap tidak mengakomodir biaya pendidikan, yang menyebabkan sekolah swasta terpaksa tetap ada dan diskriminasi pendidikan terus berlanjut. (nm)
Baca Lainnya :
- GPIB Immanuel Kotabaru Jadi Tuan Rumah Porseni Pelkat PKB Mupel Kalsel-Teng Tahun 20250
- OPINI | Kesetaraan Pejabat dan Warga, Ala Swedia0
