Balangan Diterjang Banjir Bandang, WALHI Kalsel: Ini Kegagalan Tata Kelola Lingkungan

Reported By Pimred Borneo Pos 27 Des 2025, 15:58:16 WIB KALSEL
Balangan Diterjang Banjir Bandang, WALHI Kalsel: Ini Kegagalan Tata Kelola Lingkungan

Keterangan Gambar : Kondisi banjir Bandang di Kabupaten Balangan, Kalsel, Sabtu (27/12/2025).




Banjarbaru, Borneopos.com  (27/12/25) – Situasi banjir di Kabupaten Balangan, Kalimantan Selatan, semakin kritis pada Sabtu sore (27/12/2025). Video amatir yang beredar luas di media sosial menunjukkan pemandangan memilukan di Desa Maranting, Kecamatan Tebing Tinggi, di mana puluhan warga, termasuk anak-anak, terjebak di atas bangunan karena air yang naik dengan sangat cepat hingga mencapai ketinggian plafon rumah.


Baca Lainnya :

Selain Desa Maranting, wilayah terdampak parah lainnya meliputi desa-desa di Kecamatan Halong dan Tebing Tinggi, dan lainnya. Akses jalan yang terputus total membuat bantuan logistik dan evakuasi menghadapi hambatan besar.


WALHI Kalsel: Banjir Ini Adalah "Bencana Ekologis"


Menanggapi situasi darurat ini, Direktur Eksekutif WALHI Kalimantan Selatan, Raden Rafiq Sepdian Fadel Wibisono, menyatakan bahwa penderitaan warga Balangan hari ini adalah bukti nyata dari kegagalan tata kelola lingkungan yang sudah lama diperingatkan.


"Apa yang terjadi di Maranting dan wilayah Balangan lainnya hari ini bukan sekadar faktor cuaca. Ini adalah bencana ekologis. Krisis ini merupakan konsekuensi langsung dari ekspansi pertambangan, perkebunan monokultur, dan perizinan industri skala besar di kawasan hulu Meratus," tegas Raden Rafiq.


WALHI mengungkapkan data yang mengkhawatirkan sebagai latar belakang bencana ini. Tersisa sekitar 49.958 hektare tutupan hutan primer di seluruh Kalsel.


Lebih dari 51% luas wilayah Kalsel telah dikuasai oleh beban perizinan industri ekstraktif (Tambang, HGU Perkebunan, dan PBPH Kehutanan).


Kritik Terhadap Negara: Jangan Menunggu Korban Jiwa


Manager Advokasi Kampanye WALHI Kalsel, M. Jefry Raharja, menekankan bahwa alih fungsi hutan di pegunungan mempercepat limpasan air (run-off) yang menjadikan pemukiman warga sebagai waduk buatan bagi bencana.


"Negara tidak boleh terus bersikap reaktif. Apakah evaluasi dan penindakan izin bermasalah harus selalu menunggu jatuhnya korban jiwa baru kemudian negara bertindak? Pola ini menunjukkan kegagalan serius dalam menjalankan fungsi perlindungan rakyat," ujar Jefry.


WALHI Kalsel mendesak pemerintah untuk: Evaluasi dan Cabut Izin


Segera menghentikan aktivitas industri ekstraktif di wilayah tangkapan air dan hulu sungai. Penegakan Hukum, dengan menjatuhkan konsekuensi hukum kepada perusahaan yang terbukti merusak lingkungan tanpa menunggu bencana lebih besar. Walhi berharap pemerintah menempatkan keselamatan rakyat di atas kepentingan investasi dalam setiap kebijakan tata ruang.


Hingga berita ini diturunkan, tim relawan, TNI, Polri dan BPBD terus berupaya menjangkau Desa Maranting dan desa-desa terisolasi lainnya, sementara jumlah korban terdampak belum diketahui secara pasti dan curah hujan yang masih fluktuatif di kawasan hulu terus mengancam keselamatan warga. (Red/nita)







Baca Lainnya :




Write a Facebook Comment

Tuliskan Komentar anda dari account Facebook

View all comments

Write a comment