- Hati-hati! Jalan Berlubang Di Pantai Baru Kotabaru Rawan Laka Lantas
- Indocement Tarjun Dan Desa Mitranya Terima Penghargaan CSR Bidang Lingkungan Dari Pemkab Kotabaru
- Pelindo Kotabaru Bagi Hewan Kurban di Tiga Desa dalam Rangka Idul Adha 1446 H / 2025 M
- Pemkab Kotabaru Peringati Hari Lingkungan Hidup se-Dunia 2025
- April-Mei, Polda Kalsel Tangkap 239 Tersangka dan Sita 54,8 Kilogram Sabu Serta Ribuan Pil Ekstasi
- Dinas PUPR Kotabaru Rancang Program Penanganan Banjir Perkotaan, Simak Isinya!
- Indocement Tarjun Konsisten Dukung Pemkab Kotabaru Tekan Prevalensi Stunting Lewat Berbagai Program
- Lagi, Indocement Tarjun Serahkan Hewan Qurban Untuk Awak Media Kotabaru pada Idul Adha 1446H
- Bupati Kotabaru H. Rusli Temui Gibran Bahas Persiapan Pembangunan Stadion Kotabaru Hebat
- Bupati Kotabaru Muhmmad Rusli Tanam Lebih 1000 Pohon Bibit Tanaman Pada Program 100 Hari Kerjanya
HPN 2025 : Satu di Riau, Satunya Lagi di Kalsel

Keterangan Gambar : HPN 2025
Ada kawan jurnalis tengah malam tadi japri. “Pak Ros… tolong buat tulisan tentang Hari Pers Nasional 2025 yang terpecah dua. Satu di Kalsel dan satunye lagi di Riau. HPN mana yang diakui Pemerintah.” Padahal saya ini bukan lagi kuli tinta. Baiklah, wak, agar tak mengewakan para jurnalis, inilah kupasan saya terhadap dualisme PWI.
Baca Lainnya :
- RSUD dr. Hadrianus Sinaga Kabupaten Samosir Kini Buka Poliklinik Mata0
- Bupati Samosir Bersama DPC Gerindra Berikan Makanan Kepada Pelajar SMPN 1 Pangururan0
Dualisme PWI telah melahirkan sesuatu yang luar biasa. Satu Hari Pers Nasional (HPN) tidak lagi cukup, maka lahirlah dua. Seperti anak kembar yang lahir dari perut konflik, satu di Riau, satu lagi di Kalimantan Selatan. Keduanya mengklaim sebagai yang paling sah, paling diakui, paling dicintai sejarah. Keduanya yakin bahwa Prabowo akan hadir. Masalahnya, Prabowo sendiri belum tahu mau hadir yang mana.
Awalnya, Dewan Pers angkat tangan. Lalu turun tangan. Lalu, entah bagaimana, memilih mengadah tangan. Mediasi digelar. Menteri Hukum dan HAM turun gunung. Seorang juru damai bernama Supratman Andi Agtas muncul, mencoba mempertemukan dua kubu yang berseteru, Hendry CH Bangun dan Zulmansyah Sekedang. Keduanya bertemu, bertatap muka, berbicara. Tidak ada jabat tangan yang dramatis, tidak ada pelukan persatuan seperti di film-film. Yang ada hanyalah satu kesepakatan, kita berdamai, tapi HPN tetap jalan masing-masing. Ini bukan rekonsiliasi. Ini adalah penggandaan.
Di Riau, semuanya sudah siap. “Kami yang sah! Kami yang resmi!” seru kubu Zulmansyah. Akomodasi? Beres. Tempat acara? Siap. Transportasi? Tinggal gas. Ini bukan sekadar perayaan, ini manifestasi supremasi. Tema mereka megah, “Pers Berintegritas Menuju Indonesia Emas.” Agenda mereka berat dan visioner. Forum Pemred, sarasehan nasional, seminar sustainability pasca-publisher rights. Dunia pers, dalam versi mereka, harus tetap maju, tetap gagah, tetap menjulang seperti monumen keadilan.
Di sisi lain, Kalimantan Selatan juga tidak mau kalah. “Kami yang asli! Kami yang diakui!” Panitia menyiapkan acara besar-besaran. Road to HPN sudah berlangsung di Jakarta, dengan seminar bertema “Peran Media dalam Pencegahan Pinjol dan Judol.” Berat. Mencekam. Ini bukan hanya tentang pers, ini tentang menyelamatkan bangsa dari belitan utang online dan perjudian digital. OJK dan Mabes Polri ikut bicara. Ini bukan perayaan, ini misi penyelamatan.
Di tengah semua ini, Kundori dari PWI Kalimantan Barat sudah ancang-ancang. “Kami berangkat lebih awal,” katanya. Mereka akan menghadiri semua rangkaian acara di Banjarmasin, dari Summit Media, Anugerah Adinegoro, pameran pers, hingga aksi wartawan menanam pohon. Karena pers bukan hanya tentang kata-kata, tetapi juga daun-daun yang bergoyang diterpa angin kebebasan. Tak lupa ada penghargaan bergengsi, Pena Emas dan Pin Emas. Ini bukan sekadar logam, ini lambang kejayaan.
Di tengah semua hiruk-pikuk ini, Prabowo masih diam. Di suatu tempat, ia mungkin sedang menatap dua undangan di atas meja. Satu dari Riau, satu dari Kalsel. Ia mungkin menghela napas panjang, mengingat bagaimana dulu ia hanya pusing memilih cawapres, dan kini harus memilih PWI yang mana. Ia mungkin berpikir, jika datang ke Riau, Kalsel akan marah. Jika datang ke Kalsel, Riau akan kecewa. Jika tidak datang ke mana-mana, ia akan dicap sebagai pemimpin yang tak peduli pada pers.
Mungkin, pada akhirnya, ia akan melakukan hal yang paling masuk akal, mengirim utusan ke dua-duanya, lalu duduk santai di Istana, menikmati secangkir teh, dan merenungkan betapa absurdnya dunia ini.
Kita, rakyat jelata, hanya bisa menonton. Menunggu, mengamati, mendengar berita keesokan harinya. Apakah Prabowo akhirnya datang ke salah satu? Atau mungkin, lebih baik kita bersiap untuk skenario baru, tahun depan, tiga HPN. Masing-masing dengan presidennya sendiri. (sumber : media kalbar)
Baca Lainnya :
- Lagi, Polres Kotabaru Bekuk Penjual Zenith0
- 28 Rumah Ludes Dijilat Sijago Merah Di Kotabaru, Kerugian Capai Milyaran Rupiah0
Berita KALBAR
